NAMA YANI
TUGAS 1 REKAYASA LALU LINTAS
TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN UMUM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan hal yang penting
dalam meningkatkan mobilitas sosial masyarakat. Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (LLAJ) merupakan hal yang sangat dekat masyarakat.
Setiap waktu masyarakat terus bergulat dengan Angkutan Jalan dengan
bermacam-macam kepentingan. Sejarah Lalu lintas dan Angkutan Jalan di
Indonesia telah melewati berbagai masa sejak dari masa Pemerintahan
Belanda sampai pada era refomasi pada saat ini. Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan pun telah melewati berbagai kondisi zaman dibarengi dengan berbagai
kemajuan di Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sampai perubahan
pola tingkah laku masyarakat.1
Lalu lintas ialah salah satu sarana komunikasi masyarakat yang
memegang peranan vital dalam memperlancar pembangunan yang kita
laksanakan. Masalah lalu lintas merupakan satu masalah yang berskala
nasional dan berhubungan dengan perkembangan masyarakat. Hal yang paling
penting dibicarakan dalam lalu lintas adalah masalah kecelakaan lalu lintas
yang menyebabkan kematian. Pelaku dalam kecelakaan lalu lintas bisa diproses hukum dan juga bisa dilakukan restorative justice atau upaya
penyelesaian di luar pengadilan.
Berdasarkan Lembaga Transportasi Indonesia, terdapat 4 (empat) faktor
penyebab kecelakaan, yakni faktor kendaraan, faktor jalan, faktor manusia dan
faktor alam. Keempat faktor tersebut, faktor manusia yang menjadi faktor
utama penyebab tingginya kecelakaan lalu lintas, oleh sebab itu diperlukan
kesadaran berlalu lintas yang baik bagi masyarakat, terutama kalangan usia
produktif.2
Jalan tol adalah suatu jalan yang dikhususkan untuk kendaraan
bersumbu lebih dari dua dan bertujuan untuk mempersingkat jarak dan waktu
tempuh dari satu tempat ke tempat lain. Kecelakaan merupakan sebuah
kelalaian, yang mana kelalaian juga merupakan sebuah tindak pidana
tentunya ada pertanggungjawaban pidana. Pada prinsipnya, setiap pelanggaran
terhadap aturan hukum pidana dapat diambil tindakan oleh aparat penegak
hukum tanpa ada pengaduan atau laporan dari pihak yang dirugikan.
Di Indonesia pengaturan tentang lalu lintas dan angkutan jalan
secara nasional diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang ini
menjadi dasar dan pedoman dalam penindakan terhadap pelanggaran lalu
lintas. Ketentuan mengenai pidana terhadap pengemudi dalam kecelakaaan
lalu lintas secara jelas telah diatur dalam undang-undang tersebut. Dengan
diberlakukannya undang-undang tersebut diharapkan masyarakat dapat mematuhi serta mentaati keseluruhan aturan hukum mengenai berkendara atau
berlalu lintas di Indonesia sehingga dapat terciptanya keselamatan, keamanan,
dan kelancaran lalu lintas serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat
seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.3 Sebagaimana
diatur dalam Pasal 105 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
adalah setiap orang yang menggunakan jalan wajib :
a. Berperilaku tertib; dan/atau
b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan
dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat
menimbulkan kerusakan jalan.
Terkait dengan sanksi pidana bagi pelaku kecelakaan lalu lintas di jalan
tol terhadap pejalan kaki diatur dalam ketentuan Pasal 310 Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sebagai
berikut:
Pasal 310
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka
ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp
2.000.000 (dua juta rupiah).
(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000
(dua belas juta rupiah).4
Pemerintah sebagai penyelenggara Negara, turut berupaya untuk
meminimalisir tingginya angka kecelakaan di Indonesia. Melalui program
Dekade Keselamatan Jalan 2011-2020, yang dicanangkan oleh Wakil Presiden
di Jakarta pada 20 Juni 2011 lalu, pemerintah menargetkan penurunan fasilitas
hingga 50 persen pada 2020. Dengan tahun basis 2010 yang menelan 31.234
korban jiwa, pada 2020 fatalitas atau korban jiwa kecelakaan lalu lintas
seharusnya sekitar 15.000 jiwa.5
Saat ini, banyak sekali kecelakaan transportasi yang terjadi terutama
berkaitan dengan transportasi darat. Hampir setiap media televisi
menyampaikan berita kecelakaan terutama para pengguna motor maupun para
pengguna mobil seiring dengan padatnya penduduk ditambah lagi dengan
bertambahnya kendaraan. Hal itu membuat rawannya kecelakaan karena tidak
sedikit pengguna jalan raya maupun pengguna jalan khusus (Tol) yang tidak
menaati peraturan lalu lintas yang ada dan mengendarai kendaraannya
dengan ugal-ugalan sehingga dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang
lain.6
Beberapa contoh pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan timbulnya
kecelakaan serta merugikan banyak pihak diantaranya adalah :
TUGAS 1 REKAYASA LALU LINTAS
TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN UMUM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan hal yang penting
dalam meningkatkan mobilitas sosial masyarakat. Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (LLAJ) merupakan hal yang sangat dekat masyarakat.
Setiap waktu masyarakat terus bergulat dengan Angkutan Jalan dengan
bermacam-macam kepentingan. Sejarah Lalu lintas dan Angkutan Jalan di
Indonesia telah melewati berbagai masa sejak dari masa Pemerintahan
Belanda sampai pada era refomasi pada saat ini. Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan pun telah melewati berbagai kondisi zaman dibarengi dengan berbagai
kemajuan di Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sampai perubahan
pola tingkah laku masyarakat.1
Lalu lintas ialah salah satu sarana komunikasi masyarakat yang
memegang peranan vital dalam memperlancar pembangunan yang kita
laksanakan. Masalah lalu lintas merupakan satu masalah yang berskala
nasional dan berhubungan dengan perkembangan masyarakat. Hal yang paling
penting dibicarakan dalam lalu lintas adalah masalah kecelakaan lalu lintas
yang menyebabkan kematian. Pelaku dalam kecelakaan lalu lintas bisa diproses hukum dan juga bisa dilakukan restorative justice atau upaya
penyelesaian di luar pengadilan.
Berdasarkan Lembaga Transportasi Indonesia, terdapat 4 (empat) faktor
penyebab kecelakaan, yakni faktor kendaraan, faktor jalan, faktor manusia dan
faktor alam. Keempat faktor tersebut, faktor manusia yang menjadi faktor
utama penyebab tingginya kecelakaan lalu lintas, oleh sebab itu diperlukan
kesadaran berlalu lintas yang baik bagi masyarakat, terutama kalangan usia
produktif.2
Jalan tol adalah suatu jalan yang dikhususkan untuk kendaraan
bersumbu lebih dari dua dan bertujuan untuk mempersingkat jarak dan waktu
tempuh dari satu tempat ke tempat lain. Kecelakaan merupakan sebuah
kelalaian, yang mana kelalaian juga merupakan sebuah tindak pidana
tentunya ada pertanggungjawaban pidana. Pada prinsipnya, setiap pelanggaran
terhadap aturan hukum pidana dapat diambil tindakan oleh aparat penegak
hukum tanpa ada pengaduan atau laporan dari pihak yang dirugikan.
Di Indonesia pengaturan tentang lalu lintas dan angkutan jalan
secara nasional diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang ini
menjadi dasar dan pedoman dalam penindakan terhadap pelanggaran lalu
lintas. Ketentuan mengenai pidana terhadap pengemudi dalam kecelakaaan
lalu lintas secara jelas telah diatur dalam undang-undang tersebut. Dengan
diberlakukannya undang-undang tersebut diharapkan masyarakat dapat mematuhi serta mentaati keseluruhan aturan hukum mengenai berkendara atau
berlalu lintas di Indonesia sehingga dapat terciptanya keselamatan, keamanan,
dan kelancaran lalu lintas serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat
seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.3 Sebagaimana
diatur dalam Pasal 105 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
adalah setiap orang yang menggunakan jalan wajib :
a. Berperilaku tertib; dan/atau
b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan
dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat
menimbulkan kerusakan jalan.
Terkait dengan sanksi pidana bagi pelaku kecelakaan lalu lintas di jalan
tol terhadap pejalan kaki diatur dalam ketentuan Pasal 310 Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sebagai
berikut:
Pasal 310
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka
ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp
2.000.000 (dua juta rupiah).
(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000
(dua belas juta rupiah).4
Pemerintah sebagai penyelenggara Negara, turut berupaya untuk
meminimalisir tingginya angka kecelakaan di Indonesia. Melalui program
Dekade Keselamatan Jalan 2011-2020, yang dicanangkan oleh Wakil Presiden
di Jakarta pada 20 Juni 2011 lalu, pemerintah menargetkan penurunan fasilitas
hingga 50 persen pada 2020. Dengan tahun basis 2010 yang menelan 31.234
korban jiwa, pada 2020 fatalitas atau korban jiwa kecelakaan lalu lintas
seharusnya sekitar 15.000 jiwa.5
Saat ini, banyak sekali kecelakaan transportasi yang terjadi terutama
berkaitan dengan transportasi darat. Hampir setiap media televisi
menyampaikan berita kecelakaan terutama para pengguna motor maupun para
pengguna mobil seiring dengan padatnya penduduk ditambah lagi dengan
bertambahnya kendaraan. Hal itu membuat rawannya kecelakaan karena tidak
sedikit pengguna jalan raya maupun pengguna jalan khusus (Tol) yang tidak
menaati peraturan lalu lintas yang ada dan mengendarai kendaraannya
dengan ugal-ugalan sehingga dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang
lain.6
Beberapa contoh pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan timbulnya
kecelakaan serta merugikan banyak pihak diantaranya adalah :
1. Kasus Kecelakaan Anak Bungsu Mantan Menteri Koordinator
Perekonomian Hatta Rajasa yaitu Rasyid. Kecelakaan maut terjadi di Km
3,5 Tol Jagorawi, Selasa 1 Januari 2013 pagi, Rasyid mengendarai BMW
X5 B 272 HR jenis SUV menabrak angkutan umum berpelat hitam
Daihatsu Luxio F 1622 CY mengakibatkan 2 orang tewas, yaitu
Muhammad Raihan (1,5) dan seorang kakek dua cucu bernama Harun
(57), dan 3 orang luka-luka.7
2. Kasus Kecelakaan yang dilakukan anak Ahmad Dhani yaitu Abdul Qodir
Jaelani atau Dul. Kronologisnya adalah mobil jenis Lancer yang
dikemudikan oleh Dul mengalami kecelakaan beruntun dengan Gran
Max dan Avanza, terjadi di KM 8 Tol Jagorawi, di jalur 3 dan 4
arah Jakarta. Diketahui 5 orang tewas dan Dul berada di salah satu
mobil yang terlibat kecelakaan mengalami patah tulang. Saat itu polisi
memastikan bahwa pengemudi Lancer adalah Dul yang masih dibawah
umur (13 tahun).8
Adapun dalam penelitian penulisan hukum berupa usulan proposal ini,
penulis akan melakukan penelitian tentang tindak pidana karena kelalaiannya
mengakibatkan kecelakaan lalu lintas di jalan tol yang mengakibatkan
hilangnya nyawa seseorang. Kejadiannya berawal pada hari Rabu tanggal 14
Oktober 2015 sekitar pukul 12.15 wib dijalan Tol Pejagan KM 231 jurusan
Pejagan menuju arah Kanci termasuk Desa Hulubanteng Kidul Kec. Pabuaran Kabupaten Cirebon, kendaraan sedan BMW No. Pol.: BA-999-VR yang
dikemudikan oleh Sdr. NASA GRAHA WIGUNA Bin WAWAN
DARMAWAN saat melaju dijalan Tol Pejagan KM 231 jurusan Pejagan
menuju ke arah Kanci terjadi oleng ke kiri keluar dari badan jalan kemudian
menabrak dari arah belakang 6 (enam) orang perempuan petani yang sedang
berjalan beriringan di sisi sebelah kiri jalan Tol Pejagan, dan kemudian
kendaraan sedan BMW tersebut masuk ke dalam parit dan berhenti setelah
menabrak batu di dalam parit, akibat dari terjadinya kecelakaan lalu lintas
tersebut mengakibatkan 5 (lima) orang meninggal dunia. Atas kecelakaan
tersebut 2 (dua) orang perempuan pejalan kaki meninggal dunia di tempat
kejadian, dan 3 (tiga) orang perempuan pejalan kaki yang mengalami luka
berat, meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Gunung jati Cirebon, dan 1
(satu) orang perempuan pejalan kaki hanya mengalami luka ringan.9
Perbuatan Terdakwa sebagaimana tersebut diatas, diatur dan diancam
pidana yaitu Kesatu : Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan Kedua :
Pasal 310 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Hal yang patut di teliti kejelasannya
adalah mengenai hukuman yang dijatuhkan kepada Terdakwa yang karena
kelalaiannya mengakibatkan korban luka ringan dan meninggal dunia, hanya
dijatuhkan hukuman pidana penjara 1 bulan 15 hari.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis
merumuskan masalah berupa identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Apakah penjatuhan sanksi pidana 1 bulan 15 hari terhadap Nasa Graha
Wiguna sudah memenuhi rasa keadilan masyarakat ?
2. Hal-hal apa saja yang harus dipenuhi oleh Hakim dalam membuat
pertimbangan hukum untuk menjatuhkan sanksi pidana ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan mengkaji penjatuhan sanksi pidana 1 bulan 15 hari
terhadap terdakwa Nasa Graha Wiguna sudah memenuhi rasa keadilan di
masyarakat;
2. Untuk mengetahui dan mengkaji hal-hal yang harus dipenuhi oleh Hakim
dalam membuat pertimbangan hukum untuk menjatuhkan sanksi pidana
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar teoritis yang berkaitan
dengan pertimbangan hakim terhadap memutus perkara pidana
berdasarkan Pasal 310 ayat (4) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
2. Kegunaan Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan gambaran dan bahan
pertimbangan bagi para penegak hukum khususnya terkait dengan tindak
pidana karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal dunia.
E. Kerangka Pemikiran
Pancasila sebagai dasar filosofis Negara Republik Indonesia menjadi
tonggak dan nafas bagi pembuatan aturan-aturan hukum. Kecelakaan lalulintas adalah kejadian di mana sebuah kendaraan bermotor tabrakan dengan
benda lain yang menyebabkan kerusakan, mengakibatkan luka ringan, berat
bahkan orang lain meninggal dunia.10
Sedangkan dalam UU Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan adalah Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan
yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan
Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban
manusia dan/atau kerugian harta benda.11 Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan. Pejalan Kaki adalah setiap orang yang
berjalan di Ruang Lalu Lintas Jalan.12
Mengingat Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung
tinggi hukum hak-hak asasi manusia serta menjamin segala warga Negara sama
kedudukannya di dalam hukum. Kehidupan manusia harus adanya hukum agar
tegaknya keadilan, kebenaran dan ketertiban dalam masyarakat yang diarahkan
untuk kesadaran hukum, kepastian hukum serta bantuan hukum guna
mewujudkan tatanan hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan
nasional. Sebagaimana yang termuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 alinea ke-4 berisi :
Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu di dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.13
Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Amandemen ke-3 dikatakan bahwa “Negara
Indonesia adalah negara hukum”.14
Negara hukum berarti negara yang
berdiri di atas hukum dimana dapat menjamin keadilan bagi warga
negaranya.
Sebagai negara yang berdasarkan hukum itu maka prinsip “rule of law”
harus dipegang secara teguh. Prinsip ini terjelma dalam tiga unsur utamanya,
yaitu:
1. Pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia
2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak
3. Legalitas dalam arti hukum, baik formil maupun materil.
Pengaturan lalu lintas jalan adalah salah satu tujuan negara hukum agar
lalu lintas jalan dapat menjadi masalah bagi manusia. Penyelenggaraan lalu
lintas dan angkutan jalan perlu diselenggarakan agar terciptanya keamanan dan
ketertiban dalam menyelenggarakan lalu lintas dan angkutan jalan, sekaligus
mewujudkan sistem transportasi nasional yang handal dan terpadu, jika
pelanggaran lalu lintas terjadi sudah sepantasnya ada.
Sanksi hukum yang harus diterapkan terhadap pelaku, terlebih apabila
mengakibatkan korban meninggal dunia, seperti yang dirumuskan dalam Pasal
359 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barangsiapa, karena kealpaannya
menyebabkan matinya orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.”
16 Dan juga Pasal 360 ayat
(1) yaitu “Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman
kurungan selama-lamanya satu tahun”17
. Hal tersebut berarti bahwa negara
sebagai sebuah organisasi tertinggi dari masyarakat, berkewajiban menjamin
dan melindungi hak-hak warga negaranya termasuk dalam penyelenggaraan
transportasi. Berdasarkan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
akibat hukum dari kecelakaan lalu lintas adalah adanya pidana bagi si pembuat
atau penyebab terjadinya peristiwa itu dan dapat pula disertai tuntutan perdata
atas kerugian material yang ditimbulkan. Sebagaimana dinyatakan oleh Andi
Hamzah bahwa “Dalam berbagai kesalahan, dimana orang yang berbuat salah
menimbulkan kerugian pada orang lain, maka ia harus membayar ganti
kerugian.18 Faktor yang memengaruhi kecelakaan ada 4 (empat) faktor yaitu :
a. Faktor Manusia (faktor utama)
Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan.
Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran ramburambu lalu lintas.tidak sedikit angka kecelakaan lalu lintas diakibatkan
karena membawa kendaraan dalam keadaan mabuk, mengantuk, dan
mudah terpancing oleh ulah pengguna jalan lainnya yang mungkin dapat
memancing gairah untuk balapan.
b. Faktor Kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering adalah kelalaian perawatan yang
dilakukan terhadap kendaraan. Contoh nya seperti rem blong, setir macet,
dll.
c. Faktor Jalan
Faktor jalan terkait dengan kecepatan, rencana jalan, geometrik jalan, pagar
pengaman di daerah pegunungan,ada tidaknya median jalan, jarak pandang
dan kondisi permukaan jalan.
d. Faktor Cuaca
Jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga terpengaruh karena
penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya hujan
mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut juga
bisa mengganggu jarak pandang, terutama di daerah pegunungan.
Keseluruhan hal tersebut tercantum dalam satu undang-undang yang
utuh yakni di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang ini merevisi Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan karena sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, dan juga belum tertata dalam satu kesatuan sistem yang
merupakan bagian dari transportasi secara keseluruhan. Dalam undang-undang
ini juga diatur mengenai hak, kewajiban serta tanggung jawab para penyedia
jasa terhadap kerugian pihak ketiga sebagai akibat dari penyelenggaraan
angkutan jalan. Pasal 2 Undang-undang No 22 tahun 2009 menyatakan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan19:
a. Asas transparan;
b. Asas akuntabel;
c. Asas berkelanjutan;
d. Asas partisipatif
e. Asas bermanfaat;
f. Asas efisiensi dan efektif;
g. Asas seimbang;
h. Asas terpadu; dan
i. Asas mandiri.
Pasal 3 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan menyatakan:20
1. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman,
selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan modal angkutan lain untuk
mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung
tinggi martabat bangsa;
2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
3. Terwujudnya penegak hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Adapun penggolongan kecelakaan lalu lintas menurut Undang-Undang
No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kecelakaan lalu
lintas digolongkan menjadi 3 bagian:
1. Kecelakaan lalu lintas ringan
Kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
2. Kecelakaan lalu lintas sedang
Kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan
dan/ atau barang.
3. Kecelakaan lalu lintas berat
Kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.21
Terhadap pelaku-pelaku pelanggaran lalu lintas yang di proses secara
hukum seorang hakim dalam menjatuhkan pidana harus berdasarkan pada 3
(tiga) asas, yakni :
a. Asas Keadilan (Gerechtigkeit)
b. Asas Kemufakatan (Zwergmatigkeit)
c. Asas Ketertiban atau Kepastian Hukum (Rechtzikeit)
Keadilan merupakan landasan yang mendasar dibentuknya hukum yang
berlaku di masyarakat, baik pelaku maupun korban harus mendapatkan
keadilan tanpa membedakan atau diskriminasi dalam bentuk apapun
selayaknya yang dimaksudkan dengan asas equality before the law.22
Hakim
dalam memutus perkara harus mempertimbangkan kebenaran yuridis maupun
filosofis. Seorang hakim dalam memutuskan perkara harus memberikan
keputusan-keputusan yang adil dan bijaksana dengan mempertimbangkan
implikasi hukum dan dampak yang akan ditimbulkan oleh masyarakat.hakim
dalam memutuskan perkara dan mempertimbangkan layak tidaknya seseorang
dijatuhi pidana tidak hanya berdasarkan bukti-bukti yang ada namun juga
berdasarkan keyakinan hakim tersebut.
Hakim yang memutus perkara pelanggaran lalu lintas bisa saja
memberikan putusan kepada pelaku tindak pidana lalu lintas jalan untuk
memberikan santunan kepada korbannya. Memang santunan bagi korban tindak pidana lalu lintas jalan pada saat ini seperti sudah menjadi kewajiban,
apalagi jika pelaku adalah orang yang mempunyai kedudukan ekonomi
kuat. Pasal 229 ayat (5) Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
menjelaskan bahwa “kecelakaan lalu lintas sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (1) dapat disebabkan oleh kelalaian pengguna jalan, ketidaklaikan
kendaraan, serta ketidaklaikan jalan dan/atau lingkungan23
. Undang-undang
No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam pasal 235
ayat 1 menyebutkan “jika korban meninggal dunia akibat kecelakaan
lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat 1 huruf C
pengemudi, pemilik dan atau perusahaan angkutan umum wajib
memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan
dan/ atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara
pidana”24
.
Santunan memang tidak mengembalikan nyawa seseorang yang telah
meninggal, akan tetapi pemberian santunan sangat bermanfaat terutama jika
korban meninggal dunia dalam tindak pidana lalu lintas jalan tersebut adalah
orang yang menjadi tulang punggung keluarganya. Pemberian santunan ini
sebagai bentuk perhatian dari pembuat tindak pidana lalu lintas jalan maupun
oleh keluarganya kepada korbannya. Menurut Hakim hal ini termasuk sebagai
alasan yang meringankan bagi terdakwa. Dasarnya adalah sikap pribadi hakim
yaitu unsur kemanusiaan bahwa pembuat tindak pidana lalu lintas jalan atau keluarganya telah memberikan santunan bagi korban atau keluarganya
sehingga dianggap pantas mendapatkan hal yang meringankan dari putusan
pidananya.
Leden Marpaung menjelaskan mengenai tiga unsur ganti rugi, yang
dimuat dalam bukunya yang berjudul “Proses tuntutan ganti kerugian dan
rehabilitas dalam hukum pidana yaitu biaya, rugi dan bunga. Biaya adalah
segala pengeluaran atau perongkosan yang sudah dikeluarkan satu pihak. Rugi
adalah kerugian karena kerusakan barang-barang.”25
Hakim ketika menjatuhkan putusan wajib melihat teori-teori
pemidanaan. Secara tradisional teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat
dibagi 3 (tiga) kelompok teori yaitu :
1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan
Pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu
kejahatan atau tindak pidana.
Menurut pendapat Karl O. Christiamen ciri-ciri pokok pada teori absolut
adalah sebagai berikut :
a. Tujuan pidana adalah semata-mata adalah untuk pembalasan
b. Pembalasan adalah tujuan utama dan didalamnya tidak mengandung
sarana-sarana untuk tujuan lain misalnya untuk kesejahteraan rakyat.
c. Kesalahan merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana
d. Pidana baru disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar
e. Pidana melihat kebelakang : ia merupakan pencelaan yang murni dan
tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik atau memasyarakatkan
kembali si pelanggar.26
2. Teori Relatif atau Teori Tujuan
Dalam hal pemidanaan bukanlah semata-mata untuk memuaskan tuntutan
absolut dari suatu keadilan akan tetapi “memidana harus ada tujuan lebih
jauh daripada hanya menjatuhkan pidana saja, atau pidana bukanlah
sekedar untuk pembalasan atau pengambilan saja, tetapi mempunyai
tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat.27
Menurut pendapat Karl O. Christiansen ciri-ciri pokok pada teori relatif
sebagai berikut :
a. Tujuan pidana adalah pencegahan.
b. Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk
mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan rakyat.
c. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan
kepada si pelaku saja (karena disengaja) yang memenuhi syarat untuk
adanya pidana.
d. Pidana melihat kemuka (prospektif) : pidana dapat mengandung unsur
pencelaan maupun unsur pencelaan, tetapi baik unsur pencelaan
maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan
masyarakat.
3. Teori Gabungan pertama kali ialah Pellegrino Rossi sebagai berikut:
Sekalipun ia tetap menganggap pembalasan sebagai asas dari pidana dan
bahwa beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu pembalasan yang adil,
tetapi ia berpendirian bahwa pidana mempunyai berbagai pengaruh antara
lain perbaikan sesuatu yang rusak dalam masyarakat dan prevensi general.
Penelitian ini mengkaji putusan pemidanaan yang dijatuhkan oleh hakim
kepada Terdakwa yang karena kelalaiannya mengakibatkan korban luka ringan
dan meninggal dunia, hanya dijatuhkan hukuman pidana penjara 1 bulan 15
hari. Keadilan yang diterapkan harus meliputi keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia, tidak hanya bagi pelaku maupun korban namun juga dapat dirasakan
bagi masyarakat luas sehingga hukum yang diterapkan akan diberlakukan sama
halnya peristiwa itu terjadi kembali. Vonis hakim yang dirasa masyarakat
terlalu ringan dikhawatirkan akan menimbulkan stigma di masyarakat bahwa
hukum beserta penegak hukum dapat dipengaruhi hal hal tertentu seperti
jabatan atau kedudukan.
F. Metode Penelitian
Setiap ilmu pengetahuan mempunyai identifikasinya sendiri-sendiri
sehingga selalu akan terdapat perbedaan. Metodologi penelitian yang
diterapkan dalam setiap ilmu selalu disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang
menjadi induknya
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif
analitis, yaitu menggambarakan, melukiskan keadaan subyek, obyek
penelitian saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana
adanya. Dikaitkan dengan penelitian ini yang berjudul analisa yuridis
putusan hakim pengadilan negeri Sumber No.
445/Pid.sus/2015/PN.SBRHasil dari gambaran pemecahan permasalahan
yang ada pada hasil akhirnya akan ditarik suatu kesimpulan tertentu.29
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang mengacu kepada normanorma atau asas-asas hukum dengan cara mempelajari dan meneliti
masalah dengan menggunakan berbagai literatur berupa bahan-bahan
pustaka atau yang disebut dengan data sekunder.30 Dengan fokus pada
hukum positif yang berlaku di Indonesia yaitu UU No. 22 tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
3. Tahap Penelitian
a. Penelitian Kepustakaan
Penelitian dengan cara menganalisis data sekunder dengan
menggunakan beberapa buku-buku, literatur, perundang-undangan,
dokumen-dokumen serta sumber tertulis lainnya guna memperoleh bahan yang berkaitan dengan permasalahan yang menjadi obyek
penelitian. Dari sudut kekuatan mengikatnya data sekunder dibedakan
menjadi 3 (tiga) golongan31 :
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mempunyai
kekuatan mengikat, diantaranya :
(a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
(b) Undang-Undang No. 1 tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara
Pidana;
(c) Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
(d) Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan; dan
(e) Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, diantaranya Putusan
Pengadilan Negeri Sumber No. 445/Pid.Sus/2015/PN.SBR.
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, diantaranya :
(a) Kamus;
(b) Internet;
(c) Artikel; dan
(d) Koran.
b. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
mendatangi langsung tempat yang menjadi objek penelitian.32
Melakukan tanya jawab kepada hakim yang memutus perkara tersebut
di Pengadilan Negeri Sumber.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Dokumen
Studi dokumen yaitu pengumpulan data sekunder, selanjutnya data
yang diperoleh kemudian dipelajari, diklasifikasi, serta dianalisis lebih
lanjut sesuai dengan tujuan permasalahan penelitian.33
b. Wawancara
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya
langsung pada yang diwawancarai. Wawancara merupakan suatu
proses interaksi yang melibatkan orang-orang melakukan
komunikasi.34 Melakukan wawancara dengan instansi yang terkait
yaitu Pengadilan Negeri Sumber.
5. Alat Pengumpulan Data
a. Alat pengumpul data dalam penelitian kepustakaan berupa buku-buku
yang di inventarisasi, lalu dicatat serta ditransfer melalui alat elektronik
berupa komputer guna mendukung proses penyusunan skripsi dengan
data-data yang diperoleh.
b. Alat pengumpul data dalam studi lapangan berupa daftar pertanyaan,
flashdisk, dan alat perekam yang digunakan dalam wawancara.
6. Analisis Data
Metode yang digunakan metode yuridis kualitatif yaitu teknik analisis data
tentang cara-cara analisis, yaitu dengan kegiatan mengumpulkan data
berupa data sekunder hasil penelitian kepustakaan dan data primer hasil
penelitian lapangan kemudian diadakan pengeditan terlebih dahulu, untuk
selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan analisis yang sifatnya.
7. Lokasi Penelitian
a. Kepustakaan :
1) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pasundan Jl. Lengkong
Dalam No. 17 Bandung;
2) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati Jl.
Terusan Pemuda No. 01 Cirebon;
3) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Jl.
Ciumbuleuit No. 94 Bandung.
b. Instansi :
Pengadilan Negeri Sumber
Kesimpulan
Dalam berkendara harus mematuhi aturan-aturan yang sudah di buat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan tidak ada sanksi yang di berikan
Komentar
Posting Komentar