NAMA YANI
TUGAS 1 REKAYASA LALU LINTAS
TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN UMUM


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan hal yang penting
dalam meningkatkan mobilitas sosial masyarakat. Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (LLAJ) merupakan hal yang sangat dekat masyarakat.
Setiap waktu masyarakat terus bergulat dengan Angkutan Jalan dengan
bermacam-macam kepentingan. Sejarah Lalu lintas dan Angkutan Jalan di
Indonesia telah melewati berbagai masa sejak dari masa Pemerintahan
Belanda sampai pada era refomasi pada saat ini. Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan pun telah melewati berbagai kondisi zaman dibarengi dengan berbagai
kemajuan di Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sampai perubahan
pola tingkah laku masyarakat.1
Lalu lintas ialah salah satu sarana komunikasi masyarakat yang
memegang peranan vital dalam memperlancar pembangunan yang kita
laksanakan. Masalah lalu lintas merupakan satu masalah yang berskala
nasional dan berhubungan dengan perkembangan masyarakat. Hal yang paling
penting dibicarakan dalam lalu lintas adalah masalah kecelakaan lalu lintas
yang menyebabkan kematian. Pelaku dalam kecelakaan lalu lintas bisa diproses hukum dan juga bisa dilakukan restorative justice atau upaya
penyelesaian di luar pengadilan.
Berdasarkan Lembaga Transportasi Indonesia, terdapat 4 (empat) faktor
penyebab kecelakaan, yakni faktor kendaraan, faktor jalan, faktor manusia dan
faktor alam. Keempat faktor tersebut, faktor manusia yang menjadi faktor
utama penyebab tingginya kecelakaan lalu lintas, oleh sebab itu diperlukan
kesadaran berlalu lintas yang baik bagi masyarakat, terutama kalangan usia
produktif.2
 Jalan tol adalah suatu jalan yang dikhususkan untuk kendaraan
bersumbu lebih dari dua dan bertujuan untuk mempersingkat jarak dan waktu
tempuh dari satu tempat ke tempat lain. Kecelakaan merupakan sebuah
kelalaian, yang mana kelalaian juga merupakan sebuah tindak pidana
tentunya ada pertanggungjawaban pidana. Pada prinsipnya, setiap pelanggaran
terhadap aturan hukum pidana dapat diambil tindakan oleh aparat penegak
hukum tanpa ada pengaduan atau laporan dari pihak yang dirugikan.
Di Indonesia pengaturan tentang lalu lintas dan angkutan jalan
secara nasional diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang ini
menjadi dasar dan pedoman dalam penindakan terhadap pelanggaran lalu
lintas. Ketentuan mengenai pidana terhadap pengemudi dalam kecelakaaan
lalu lintas secara jelas telah diatur dalam undang-undang tersebut. Dengan
diberlakukannya undang-undang tersebut diharapkan masyarakat dapat mematuhi serta mentaati keseluruhan aturan hukum mengenai berkendara atau
berlalu lintas di Indonesia sehingga dapat terciptanya keselamatan, keamanan,
dan kelancaran lalu lintas serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat
seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.3 Sebagaimana
diatur dalam Pasal 105 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
adalah setiap orang yang menggunakan jalan wajib :
a. Berperilaku tertib; dan/atau
b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan
dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat
menimbulkan kerusakan jalan.
Terkait dengan sanksi pidana bagi pelaku kecelakaan lalu lintas di jalan
tol terhadap pejalan kaki diatur dalam ketentuan Pasal 310 Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sebagai
berikut:
Pasal 310
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka
ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp
2.000.000 (dua juta rupiah).
(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000
(dua belas juta rupiah).4
Pemerintah sebagai penyelenggara Negara, turut berupaya untuk
meminimalisir tingginya angka kecelakaan di Indonesia. Melalui program
Dekade Keselamatan Jalan 2011-2020, yang dicanangkan oleh Wakil Presiden
di Jakarta pada 20 Juni 2011 lalu, pemerintah menargetkan penurunan fasilitas
hingga 50 persen pada 2020. Dengan tahun basis 2010 yang menelan 31.234
korban jiwa, pada 2020 fatalitas atau korban jiwa kecelakaan lalu lintas
seharusnya sekitar 15.000 jiwa.5
Saat ini, banyak sekali kecelakaan transportasi yang terjadi terutama
berkaitan dengan transportasi darat. Hampir setiap media televisi
menyampaikan berita kecelakaan terutama para pengguna motor maupun para
pengguna mobil seiring dengan padatnya penduduk ditambah lagi dengan
bertambahnya kendaraan. Hal itu membuat rawannya kecelakaan karena tidak
sedikit pengguna jalan raya maupun pengguna jalan khusus (Tol) yang tidak
menaati peraturan lalu lintas yang ada dan mengendarai kendaraannya
dengan ugal-ugalan sehingga dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang
lain.6
Beberapa contoh pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan timbulnya
kecelakaan serta merugikan banyak pihak diantaranya adalah :
1. Kasus Kecelakaan Anak Bungsu Mantan Menteri Koordinator 
Perekonomian Hatta Rajasa yaitu Rasyid. Kecelakaan maut terjadi di Km 
3,5 Tol Jagorawi, Selasa 1 Januari 2013 pagi, Rasyid mengendarai BMW 
X5 B 272 HR jenis SUV menabrak angkutan umum berpelat hitam 
Daihatsu Luxio F 1622 CY mengakibatkan 2 orang tewas, yaitu 
Muhammad Raihan (1,5) dan seorang kakek dua cucu bernama Harun 
(57), dan 3 orang luka-luka.7
2. Kasus Kecelakaan yang dilakukan anak Ahmad Dhani yaitu Abdul Qodir 
Jaelani atau Dul. Kronologisnya adalah mobil jenis Lancer yang 
dikemudikan oleh Dul mengalami kecelakaan beruntun dengan Gran 
Max dan Avanza, terjadi di KM 8 Tol Jagorawi, di jalur 3 dan 4 
arah Jakarta. Diketahui 5 orang tewas dan Dul berada di salah satu 
mobil yang terlibat kecelakaan mengalami patah tulang. Saat itu polisi 
memastikan bahwa pengemudi Lancer adalah Dul yang masih dibawah 
umur (13 tahun).8
Adapun dalam penelitian penulisan hukum berupa usulan proposal ini, 
penulis akan melakukan penelitian tentang tindak pidana karena kelalaiannya 
mengakibatkan kecelakaan lalu lintas di jalan tol yang mengakibatkan 
hilangnya nyawa seseorang. Kejadiannya berawal pada hari Rabu tanggal 14 
Oktober 2015 sekitar pukul 12.15 wib dijalan Tol Pejagan KM 231 jurusan 
Pejagan menuju arah Kanci termasuk Desa Hulubanteng Kidul Kec. Pabuaran Kabupaten Cirebon, kendaraan sedan BMW No. Pol.: BA-999-VR yang 
dikemudikan oleh Sdr. NASA GRAHA WIGUNA Bin WAWAN 
DARMAWAN saat melaju dijalan Tol Pejagan KM 231 jurusan Pejagan 
menuju ke arah Kanci terjadi oleng ke kiri keluar dari badan jalan kemudian 
menabrak dari arah belakang 6 (enam) orang perempuan petani yang sedang 
berjalan beriringan di sisi sebelah kiri jalan Tol Pejagan, dan kemudian 
kendaraan sedan BMW tersebut masuk ke dalam parit dan berhenti setelah 
menabrak batu di dalam parit, akibat dari terjadinya kecelakaan lalu lintas 
tersebut mengakibatkan 5 (lima) orang meninggal dunia. Atas kecelakaan 
tersebut 2 (dua) orang perempuan pejalan kaki meninggal dunia di tempat 
kejadian, dan 3 (tiga) orang perempuan pejalan kaki yang mengalami luka 
berat, meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Gunung jati Cirebon, dan 1 
(satu) orang perempuan pejalan kaki hanya mengalami luka ringan.9
Perbuatan Terdakwa sebagaimana tersebut diatas, diatur dan diancam 
pidana yaitu Kesatu : Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia 
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan Kedua : 
Pasal 310 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Hal yang patut di teliti kejelasannya 
adalah mengenai hukuman yang dijatuhkan kepada Terdakwa yang karena 
kelalaiannya mengakibatkan korban luka ringan dan meninggal dunia, hanya 
dijatuhkan hukuman pidana penjara 1 bulan 15 hari.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis 
merumuskan masalah berupa identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Apakah penjatuhan sanksi pidana 1 bulan 15 hari terhadap Nasa Graha 
Wiguna sudah memenuhi rasa keadilan masyarakat ?
2. Hal-hal apa saja yang harus dipenuhi oleh Hakim dalam membuat 
pertimbangan hukum untuk menjatuhkan sanksi pidana ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan mengkaji penjatuhan sanksi pidana 1 bulan 15 hari 
terhadap terdakwa Nasa Graha Wiguna sudah memenuhi rasa keadilan di 
masyarakat;
2. Untuk mengetahui dan mengkaji hal-hal yang harus dipenuhi oleh Hakim 
dalam membuat pertimbangan hukum untuk menjatuhkan sanksi pidana

D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar teoritis yang berkaitan 
dengan pertimbangan hakim terhadap memutus perkara pidana
berdasarkan Pasal 310 ayat (4) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
2. Kegunaan Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan gambaran dan bahan 
pertimbangan bagi para penegak hukum khususnya terkait dengan tindak 
pidana karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal dunia.
E. Kerangka Pemikiran
Pancasila sebagai dasar filosofis Negara Republik Indonesia menjadi 
tonggak dan nafas bagi pembuatan aturan-aturan hukum. Kecelakaan lalu￾lintas adalah kejadian di mana sebuah kendaraan bermotor tabrakan dengan 
benda lain yang menyebabkan kerusakan, mengakibatkan luka ringan, berat 
bahkan orang lain meninggal dunia.10
 Sedangkan dalam UU Lalu Lintas dan 
Angkutan Jalan adalah Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan 
yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan
Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban 
manusia dan/atau kerugian harta benda.11 Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan. Pejalan Kaki adalah setiap orang yang 
berjalan di Ruang Lalu Lintas Jalan.12
Mengingat Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum yang 
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung 
tinggi hukum hak-hak asasi manusia serta menjamin segala warga Negara sama 
kedudukannya di dalam hukum. Kehidupan manusia harus adanya hukum agar 
tegaknya keadilan, kebenaran dan ketertiban dalam masyarakat yang diarahkan 
untuk kesadaran hukum, kepastian hukum serta bantuan hukum guna 
mewujudkan tatanan hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan 
nasional. Sebagaimana yang termuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 
Tahun 1945 alinea ke-4 berisi :
Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan 
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan 
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan 
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut 
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, 
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah 
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu di dalam suatu Undang￾Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan 
rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, 
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan 
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam 
Permusyawaratan Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu 
Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.13
Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik 
Indonesia Tahun 1945 Amandemen ke-3 dikatakan bahwa “Negara 
Indonesia adalah negara hukum”.14
 Negara hukum berarti negara yang 
berdiri di atas hukum dimana dapat menjamin keadilan bagi warga 
negaranya.
Sebagai negara yang berdasarkan hukum itu maka prinsip “rule of law”
harus dipegang secara teguh. Prinsip ini terjelma dalam tiga unsur utamanya, 
yaitu:
1. Pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia
2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak
3. Legalitas dalam arti hukum, baik formil maupun materil.
Pengaturan lalu lintas jalan adalah salah satu tujuan negara hukum agar 
lalu lintas jalan dapat menjadi masalah bagi manusia. Penyelenggaraan lalu 
lintas dan angkutan jalan perlu diselenggarakan agar terciptanya keamanan dan 
ketertiban dalam menyelenggarakan lalu lintas dan angkutan jalan, sekaligus 
mewujudkan sistem transportasi nasional yang handal dan terpadu, jika 
pelanggaran lalu lintas terjadi sudah sepantasnya ada.
Sanksi hukum yang harus diterapkan terhadap pelaku, terlebih apabila 
mengakibatkan korban meninggal dunia, seperti yang dirumuskan dalam Pasal 
359 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barangsiapa, karena kealpaannya 
menyebabkan matinya orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama 
lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.”
16 Dan juga Pasal 360 ayat 
(1) yaitu “Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat 
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman 
kurungan selama-lamanya satu tahun”17
. Hal tersebut berarti bahwa negara 
sebagai sebuah organisasi tertinggi dari masyarakat, berkewajiban menjamin 
dan melindungi hak-hak warga negaranya termasuk dalam penyelenggaraan 
transportasi. Berdasarkan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, 
akibat hukum dari kecelakaan lalu lintas adalah adanya pidana bagi si pembuat 
atau penyebab terjadinya peristiwa itu dan dapat pula disertai tuntutan perdata 
atas kerugian material yang ditimbulkan. Sebagaimana dinyatakan oleh Andi 
Hamzah bahwa “Dalam berbagai kesalahan, dimana orang yang berbuat salah 
menimbulkan kerugian pada orang lain, maka ia harus membayar ganti 
kerugian.18 Faktor yang memengaruhi kecelakaan ada 4 (empat) faktor yaitu :
a. Faktor Manusia (faktor utama)
Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan. 
Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu￾rambu lalu lintas.tidak sedikit angka kecelakaan lalu lintas diakibatkan
karena membawa kendaraan dalam keadaan mabuk, mengantuk, dan 
mudah terpancing oleh ulah pengguna jalan lainnya yang mungkin dapat 
memancing gairah untuk balapan.
b. Faktor Kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering adalah kelalaian perawatan yang 
dilakukan terhadap kendaraan. Contoh nya seperti rem blong, setir macet, 
dll.
c. Faktor Jalan
Faktor jalan terkait dengan kecepatan, rencana jalan, geometrik jalan, pagar 
pengaman di daerah pegunungan,ada tidaknya median jalan, jarak pandang 
dan kondisi permukaan jalan.
d. Faktor Cuaca
Jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga terpengaruh karena 
penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya hujan 
mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut juga 
bisa mengganggu jarak pandang, terutama di daerah pegunungan.
Keseluruhan hal tersebut tercantum dalam satu undang-undang yang 
utuh yakni di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu 
Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang ini merevisi Undang-undang 
Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan karena sudah 
tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan 
dan teknologi, dan juga belum tertata dalam satu kesatuan sistem yang 
merupakan bagian dari transportasi secara keseluruhan. Dalam undang-undang 
ini juga diatur mengenai hak, kewajiban serta tanggung jawab para penyedia 
jasa terhadap kerugian pihak ketiga sebagai akibat dari penyelenggaraan 
angkutan jalan. Pasal 2 Undang-undang No 22 tahun 2009 menyatakan Lalu 
Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan19:
a. Asas transparan;
b. Asas akuntabel;
c. Asas berkelanjutan; 
d. Asas partisipatif

e. Asas bermanfaat;
f. Asas efisiensi dan efektif;
g. Asas seimbang;
h. Asas terpadu; dan
i. Asas mandiri.
Pasal 3 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan 
Angkutan Jalan menyatakan:20
1. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, 
selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan modal angkutan lain untuk 
mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, 
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung 
tinggi martabat bangsa;
2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
3. Terwujudnya penegak hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Adapun penggolongan kecelakaan lalu lintas menurut Undang-Undang 
No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kecelakaan lalu 
lintas digolongkan menjadi 3 bagian:
1. Kecelakaan lalu lintas ringan
Kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
2. Kecelakaan lalu lintas sedang
Kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan 
dan/ atau barang.
3. Kecelakaan lalu lintas berat

Kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.21
Terhadap pelaku-pelaku pelanggaran lalu lintas yang di proses secara 
hukum seorang hakim dalam menjatuhkan pidana harus berdasarkan pada 3 
(tiga) asas, yakni :
a. Asas Keadilan (Gerechtigkeit)
b. Asas Kemufakatan (Zwergmatigkeit)
c. Asas Ketertiban atau Kepastian Hukum (Rechtzikeit)
Keadilan merupakan landasan yang mendasar dibentuknya hukum yang 
berlaku di masyarakat, baik pelaku maupun korban harus mendapatkan 
keadilan tanpa membedakan atau diskriminasi dalam bentuk apapun 
selayaknya yang dimaksudkan dengan asas equality before the law.22
 Hakim 
dalam memutus perkara harus mempertimbangkan kebenaran yuridis maupun 
filosofis. Seorang hakim dalam memutuskan perkara harus memberikan 
keputusan-keputusan yang adil dan bijaksana dengan mempertimbangkan 
implikasi hukum dan dampak yang akan ditimbulkan oleh masyarakat.hakim 
dalam memutuskan perkara dan mempertimbangkan layak tidaknya seseorang 
dijatuhi pidana tidak hanya berdasarkan bukti-bukti yang ada namun juga 
berdasarkan keyakinan hakim tersebut.
Hakim yang memutus perkara pelanggaran lalu lintas bisa saja 
memberikan putusan kepada pelaku tindak pidana lalu lintas jalan untuk 
memberikan santunan kepada korbannya. Memang santunan bagi korban tindak pidana lalu lintas jalan pada saat ini seperti sudah menjadi kewajiban, 
apalagi jika pelaku adalah orang yang mempunyai kedudukan ekonomi 
kuat. Pasal 229 ayat (5) Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 
menjelaskan bahwa “kecelakaan lalu lintas sebagaimana yang dimaksud pada 
ayat (1) dapat disebabkan oleh kelalaian pengguna jalan, ketidaklaikan 
kendaraan, serta ketidaklaikan jalan dan/atau lingkungan23
. Undang-undang 
No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam pasal 235 
ayat 1 menyebutkan “jika korban meninggal dunia akibat kecelakaan 
lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat 1 huruf C 
pengemudi, pemilik dan atau perusahaan angkutan umum wajib 
memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan 
dan/ atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara 
pidana”24
.
Santunan memang tidak mengembalikan nyawa seseorang yang telah 
meninggal, akan tetapi pemberian santunan sangat bermanfaat terutama jika 
korban meninggal dunia dalam tindak pidana lalu lintas jalan tersebut adalah 
orang yang menjadi tulang punggung keluarganya. Pemberian santunan ini 
sebagai bentuk perhatian dari pembuat tindak pidana lalu lintas jalan maupun 
oleh keluarganya kepada korbannya. Menurut Hakim hal ini termasuk sebagai 
alasan yang meringankan bagi terdakwa. Dasarnya adalah sikap pribadi hakim 
yaitu unsur kemanusiaan bahwa pembuat tindak pidana lalu lintas jalan atau keluarganya telah memberikan santunan bagi korban atau keluarganya 
sehingga dianggap pantas mendapatkan hal yang meringankan dari putusan 
pidananya.
Leden Marpaung menjelaskan mengenai tiga unsur ganti rugi, yang 
dimuat dalam bukunya yang berjudul “Proses tuntutan ganti kerugian dan 
rehabilitas dalam hukum pidana yaitu biaya, rugi dan bunga. Biaya adalah 
segala pengeluaran atau perongkosan yang sudah dikeluarkan satu pihak. Rugi 
adalah kerugian karena kerusakan barang-barang.”25
Hakim ketika menjatuhkan putusan wajib melihat teori-teori 
pemidanaan. Secara tradisional teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat 
dibagi 3 (tiga) kelompok teori yaitu :
1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan
Pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu 
kejahatan atau tindak pidana.
Menurut pendapat Karl O. Christiamen ciri-ciri pokok pada teori absolut 
adalah sebagai berikut :
a. Tujuan pidana adalah semata-mata adalah untuk pembalasan
b. Pembalasan adalah tujuan utama dan didalamnya tidak mengandung 
sarana-sarana untuk tujuan lain misalnya untuk kesejahteraan rakyat.
c. Kesalahan merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana
d. Pidana baru disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar 
e. Pidana melihat kebelakang : ia merupakan pencelaan yang murni dan 
tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik atau memasyarakatkan 
kembali si pelanggar.26
2. Teori Relatif atau Teori Tujuan
Dalam hal pemidanaan bukanlah semata-mata untuk memuaskan tuntutan 
absolut dari suatu keadilan akan tetapi “memidana harus ada tujuan lebih 
jauh daripada hanya menjatuhkan pidana saja, atau pidana bukanlah 
sekedar untuk pembalasan atau pengambilan saja, tetapi mempunyai 
tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat.27
Menurut pendapat Karl O. Christiansen ciri-ciri pokok pada teori relatif 
sebagai berikut :
a. Tujuan pidana adalah pencegahan.
b. Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk 
mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan rakyat.
c. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan 
kepada si pelaku saja (karena disengaja) yang memenuhi syarat untuk 
adanya pidana.
d. Pidana melihat kemuka (prospektif) : pidana dapat mengandung unsur 
pencelaan maupun unsur pencelaan, tetapi baik unsur pencelaan 
maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan 
masyarakat.
3. Teori Gabungan pertama kali ialah Pellegrino Rossi sebagai berikut:
Sekalipun ia tetap menganggap pembalasan sebagai asas dari pidana dan 
bahwa beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu pembalasan yang adil, 
tetapi ia berpendirian bahwa pidana mempunyai berbagai pengaruh antara 
lain perbaikan sesuatu yang rusak dalam masyarakat dan prevensi general.
Penelitian ini mengkaji putusan pemidanaan yang dijatuhkan oleh hakim 
kepada Terdakwa yang karena kelalaiannya mengakibatkan korban luka ringan 
dan meninggal dunia, hanya dijatuhkan hukuman pidana penjara 1 bulan 15 
hari. Keadilan yang diterapkan harus meliputi keadilan bagi seluruh rakyat 
Indonesia, tidak hanya bagi pelaku maupun korban namun juga dapat dirasakan 
bagi masyarakat luas sehingga hukum yang diterapkan akan diberlakukan sama 
halnya peristiwa itu terjadi kembali. Vonis hakim yang dirasa masyarakat 
terlalu ringan dikhawatirkan akan menimbulkan stigma di masyarakat bahwa 
hukum beserta penegak hukum dapat dipengaruhi hal hal tertentu seperti 
jabatan atau kedudukan. 
F. Metode Penelitian
Setiap ilmu pengetahuan mempunyai identifikasinya sendiri-sendiri 
sehingga selalu akan terdapat perbedaan. Metodologi penelitian yang 
diterapkan dalam setiap ilmu selalu disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang 
menjadi induknya

1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif 
analitis, yaitu menggambarakan, melukiskan keadaan subyek, obyek 
penelitian saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana 
adanya. Dikaitkan dengan penelitian ini yang berjudul analisa yuridis 
putusan hakim pengadilan negeri Sumber No. 
445/Pid.sus/2015/PN.SBRHasil dari gambaran pemecahan permasalahan 
yang ada pada hasil akhirnya akan ditarik suatu kesimpulan tertentu.29
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode 
yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang mengacu kepada norma￾norma atau asas-asas hukum dengan cara mempelajari dan meneliti 
masalah dengan menggunakan berbagai literatur berupa bahan-bahan 
pustaka atau yang disebut dengan data sekunder.30 Dengan fokus pada 
hukum positif yang berlaku di Indonesia yaitu UU No. 22 tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 
3. Tahap Penelitian
a. Penelitian Kepustakaan
Penelitian dengan cara menganalisis data sekunder dengan 
menggunakan beberapa buku-buku, literatur, perundang-undangan, 
dokumen-dokumen serta sumber tertulis lainnya guna memperoleh bahan yang berkaitan dengan permasalahan yang menjadi obyek 
penelitian. Dari sudut kekuatan mengikatnya data sekunder dibedakan 
menjadi 3 (tiga) golongan31 :
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mempunyai 
kekuatan mengikat, diantaranya :
(a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
(b) Undang-Undang No. 1 tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara 
Pidana;
(c) Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan 
Angkutan Jalan;
(d) Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan; dan
(e) Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat memberikan 
penjelasan mengenai bahan hukum primer, diantaranya Putusan 
Pengadilan Negeri Sumber No. 445/Pid.Sus/2015/PN.SBR.
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan 
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan 
bahan hukum sekunder, diantaranya :
(a) Kamus;
(b) Internet;
(c) Artikel; dan
(d) Koran.

b. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara 
mendatangi langsung tempat yang menjadi objek penelitian.32
Melakukan tanya jawab kepada hakim yang memutus perkara tersebut 
di Pengadilan Negeri Sumber.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Dokumen
Studi dokumen yaitu pengumpulan data sekunder, selanjutnya data 
yang diperoleh kemudian dipelajari, diklasifikasi, serta dianalisis lebih 
lanjut sesuai dengan tujuan permasalahan penelitian.33
b. Wawancara 
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya 
langsung pada yang diwawancarai. Wawancara merupakan suatu 
proses interaksi yang melibatkan orang-orang melakukan 
komunikasi.34 Melakukan wawancara dengan instansi yang terkait 
yaitu Pengadilan Negeri Sumber. 
5. Alat Pengumpulan Data
a. Alat pengumpul data dalam penelitian kepustakaan berupa buku-buku 
yang di inventarisasi, lalu dicatat serta ditransfer melalui alat elektronik 
berupa komputer guna mendukung proses penyusunan skripsi dengan 
data-data yang diperoleh.

b. Alat pengumpul data dalam studi lapangan berupa daftar pertanyaan, 
flashdisk, dan alat perekam yang digunakan dalam wawancara.
6. Analisis Data
Metode yang digunakan metode yuridis kualitatif yaitu teknik analisis data 
tentang cara-cara analisis, yaitu dengan kegiatan mengumpulkan data 
berupa data sekunder hasil penelitian kepustakaan dan data primer hasil 
penelitian lapangan kemudian diadakan pengeditan terlebih dahulu, untuk 
selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan analisis yang sifatnya.
7. Lokasi Penelitian
a. Kepustakaan :
1) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pasundan Jl. Lengkong 
Dalam No. 17 Bandung;
2) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati Jl. 
Terusan Pemuda No. 01 Cirebon;
3) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Jl. 
Ciumbuleuit No. 94 Bandung.
b. Instansi :
Pengadilan Negeri Sumber

Kesimpulan
Dalam berkendara harus mematuhi aturan-aturan yang sudah di buat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan tidak ada sanksi yang di berikan 

Komentar

Postingan Populer